Dilema Persalinan Gratis
Menteri Kesehatan beberapa waktu lalu mengungkapkan rencana terobosan baru pemerintah guna menekan angka kematian ibu (AKI) melalui kebijakan pelayanan persalinan gratis (dibiayai oleh pemerintah). Rencananya kebijakan ini akan mulai dijalankan untuk tahun anggaran 2011 dengan alokasi pembiayaan lebih dari 1 triliun rupiah. Muncul kontroversi dimana kebijakan ini dianggap bertentangan dengan upaya pengendalian kelahiran melalui program keluarga berencana (KB).
Diungkapkan pula bahwa untuk tahun anggaran 2011 memang belum ada pembatasan persalinan, namun mulai tahun anggaran 2012 persalinan yang dibiayai pemerintah rencananya akan dibatasi hingga persalinan kedua saja. Biayai persalinan yang ditanggung pemerintah mencakup pemeriksaan persalinan hingga masa nifas dan pemakaian kontrasepsi.
Dalam Millenium Development Goals (MDGs), AKI merupakan salah satu target MDGs yang nampaknya paling sulit tercapai di Indonesia. Data BPS 2007 menunjukkan bahwa AKI di Indonesia saat ini mencapai angka 228 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan di tahun 2015, Indonesia ditargetkan bisa mencapai angka 102 per 100.000 kelahiran hidup. Butuh upaya luar biasa mengingat waktu yang tersisa praktis hanya tinggal 4 tahun lagi. Apakah benar kebijakan persalinan gratis ini mampu mengurangi AKI secara signifikan?
Fakta Angka Kematian Ibu
Apa itu angka kematian ibu (AKI)? Dalam demografi, AKI adalah jumlah kematian perempuan yang disebabkan oleh komplikasi kehamilan dan kelahiran anak per 100.000 kelahiran hidup di tahun tertentu. Saat ini, di Indonesia setiap tahunnya terdapat sekitar 4,5 juta kelahiran. Dengan data terakhir AKI sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup, berarti setiap tahun diperkirakan terjadi 10.260 kematian ibu. Artinya, setiap hari terdapat sekitar 28 kematian ibu. Dengan kata lain, setiap jam ada lebih dari 1 kematian ibu di Indonesia.
Risiko kematian ibu karena melahirkan di Indonesia sekitar 1 berbanding 438 kelahiran hidup. Terdapat 1 kematian ibu untuk setiap 438 kasus kelahiran hidup. Angka ini masih jauh lebih tinggi dibanding AKI di negara maju, dimana risiko kematian ibu sekitar 1 berbanding 7.300. Faktanya, ibu hamil dan melahirkan di Indonesia punya risiko kematian 17 kali lebih tinggi dibanding para ibu di negara maju. Padahal, AKI merupakan indikator penting derajat kesehatan di suatu negara.
Hampir 99 persen AKI di seluruh dunia disumbangkan oleh negara berkembang. Bahkan sebenarnya hanya 11 negara di dunia, termasuk Indonesia bersama 6 negara Afrika dan 4 negara Asia lainnya (India, Afghanistan, Pakistan dan Bangladesh), yang menyumbangkan sekitar 65 persen angka kematian ibu dunia.
Efektifkah Persalinan Gratis?
Data BPS tahun 2007 menunjukkan bahwa sekitar 25 persen ibu tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan karena alasan ekonomi (uang). Sedangkan lebih dari 15 persen ibu mengalami kesulitan akses terhadap pelayanan kesehatan dengan alasan terlalu jauhnya fasilitas kesehatan. Namun sebenarnya, sekitar 73 persen persalinan di Indonesia sudah dibantu oleh penolong profesional. Terjadi peningkatan yang signifikan dibanding kondisi tahun 2003 dimana hanya 66 persen persalinan yang dibantu tenaga medis profesional.
Ada perbedaan yang mencolok dalam hal pemanfaatan fasilitas kesehatan di perkotaan dan di perdesaan. Di perkotaan, sekitar 70 persen persalinan dilakukan di fasilitas kesehatan baik pemerintah maupun swasta. Sedangkan di perdesaan angkanya hanya sekitar 28 persen saja. Tetapi ada hal yang perlu dicermati dimana sebenarnya persalinan jauh lebih banyak dilakukan di fasilitas kesehatan swasta ketimbang fasilitas kesehatan milik pemerintah.
Nampaknya kebijakan persalinan gratis akan lebih fokus untuk para ibu yang sebelumnya melakukan ataupun merencanakan persalinan di luar fasilitas kesehatan seperti di rumah. Tujuannya agar segala bentuk komplikasi persalinan akan lebih mudah dan cepat tertangani jika dilakukan di fasilitas kesehatan. Tetapi, bagaimana dengan sulitnya akses ke fasilitas kesehatan akibat jarak yang jauh? Ini tentunya tidak bisa hanya selesai dengan biaya persalinan gratis. Ada kemungkinan bahwa biaya transportasi yang mereka tanggung masih lebih besar dibanding memanggil petugas medis untuk datang dan membantu persalinan di rumah (home delivery). Kecil kemungkinan ibu yang akan melahirkan berangkat ke fasilitas kesehatan sendirian. Mereka cenderung akan ditemani para sanak keluarga yang justru membutuhkan biaya besar, di luar biaya persalinan. Intinya, biaya yang dikeluarkan seseorang untuk melahirkan, tidak hanya sekedar biaya persalinan.
Hasil penelitian Lembaga Demografi FEUI juga menunjukkan bahwa alasan para ibu memilih dukun bayi bukan hanya karena alasan murah, namun lebih karena tradisi dan kepercayaan yang ada di masyarakat. Di daerah perdesaan, proses kehamilan dan persalinan biasanya dibarengi dengan beberapa upacara tradisional. Dukun bayi memiliki tugas multi fungsi, karena tidak hanya membantu proses persalinan saja, melainkan juga membantu pelaksanaan upacara tradisional. Sebagian masyarakat juga menganggap bahwa dukun bayi lebih mudah dipanggil dan siap setiap saat. Beberapa kenyataan ini menunjukkan betapa tidak mudahnya meyakinkan para ibu untuk melakukan persalinan di fasilitas kesehatan.
Rencana kebijakan persalinan gratis akan efektif jika dibarengi dengan penyebarluasan informasi tentang kehamilan dan persalinan secara lebih intensif dan komprehensif bagi para ibu, khususnya di perdesaan. Meyakinkan mereka untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan tidak bisa hanya dengan mengandalkan insentif ekonomi saja. Perlu kerja keras komunikasi sosial yang lebih efektif untuk merubah paradigma tentang persalinan di masyarakat.
Sebenarnya kebijakan persalinan gratis ini justru bisa membantu program Keluarga Berencana. Syaratnya yaitu bahwa setiap ibu yang menikmati fasilitas persalinan gratis diberi penyuluhan tentang KB dan pengendalian kelahiran. Selama 10 tahun terakhir, angka penggunaan kontrasepsi cenderung stagnan dan nampak ada kesulitan untuk meningkatkan partisipasi ber-KB di masyarakat. Pada tahun 2007, hanya sekitar 57,4 persen pasangan subur yang menggunakan alat KB modern.
Pemerintah harus menerapkan strategi “jemput bola” bagi para ibu yang jauh dari fasilitas kesehatan. Kita tidak bisa jika menyalahkan para ibu yang tetap tidak menggunakan fasilitas kesehatan meskipun gratis. Terobosan baru kebijakan ini perlu diimbangi strategi yang tepat. Implementasi kebijakan persalinan gratis tentunya akan memiliki dampak yang nyata bagi penurunan angka kematian ibu dan mendorong kenaikan jumlah peserta KB. Tetapi dengan syarat jika kebijakan yang berbentuk insentif ekonomi dan kesehatan ini dibarengi dengan komunikasi sosial yang lebih baik bagi masyarakat.